Jika negara kita ingin maju. belajarlah dari korea
silakan baca
Belajar "Pali-Pali" di Negeri Gingseng
penulis: Ony Jamhari
24 Feb 2014
Waktu begitu cepat dan tidak terasa hari ini tepat saya bekerja selama
lima tahun di Korea Selatan. Ketika saya menulis ini saya sedang berada
di Indonesia bersama dengan beberapa mahasiswa dan profesor saya yang
sedang mengikuti SolBridge Asian Market Research Project. Indonesia
memang menjadi primadona dan “gadis cantik” bagi orang asing. Tidaklah
mengherankan jika banyak negara khusus datang dan berinvestasi di sini,
termasuk Korea Selatan.
Saya datang di Korea pada bulan
Februari 2009, ketika musim dingin sedang berlangsung di sana. Saya
tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa musim dingin di Korea
sebegitu dinginnya. Seminggu di Korea membuat saya tidak betah dan ingin
kembali ke Tanah Air. Itulah tantangan dan awal perjuangan saya di
Korea Selatan. Tidak ada yang mudah dalam menjalani hidup di negara
orang. Proses adaptasi menjadi begitu penting supaya kita dapat hidup
dengan lebih baik di negara tersebut.
Negeri berpenduduk kurang
lebih lima puluh juta jiwa, dengan luas wilayah lebih kecil dari Pulau
Jawa dan merdeka pada tahun 1945, dua hari lebih awal dari Indonesia
menjelma menjadi negara dengan kekuatan ekonomi paling kuat di dunia.
Hal ini terbukti dengan masuknya Korea sebagai salah satu negara
kelompok G20. Dalam sejarahnya sesudah Perang Dunia pada tahun 1950,
Korea menjadi salah satu negara termiskin dengan GNP perkapita sebesar
US81. Korea juga menjadi negara penerima bantuan dari negara-negara
donor. Namun demikian sejak tahun 1996 Korea menjadi salah satu negara
donor Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Kisah sukses Korea ini memang menjadi banyak inspirasi bagi negara
lain. Bagaimana Korea bisa menjelma seperti ini? Tentu saja tidak mudah.
Perlu kerja keras dan kerja sama yang baik dari semua pihak. Selama
lima tahun tinggal dan bekerja di Korea membuat saya lebih paham dengan
budaya dan menjadi tahu mengapa Korea dapat berubah sedemikian cepat.
Tentu saya ada hal positif dan negatif yang saya pelajari di sini. Namun
demikian saya lebih suka bicara hal yang positif. Hal positif ini yang
seharusnya dapat kita tiru tidak hanya buat diri kita sendiri tetapi
juga buat keluarga, orang lain, dan negara Indonesia.
(1)Pali Pali
Dalam bahasa Indonesia Pali Pali dapat diartikan sebagai “cepat-cepat”.
Di manapun Anda berada kata ini sering terdengar. Ketika bos Anda
mengatakan Pali Pali maka Anda harus bergegas menyelesaikan pekerjaan
tersebut dengan cepat. Tidaklah mengherankan kadang-kadang karena budaya
ini, banyak orang asing yang mengeluh. Mereka berpikir ini adalah
sebuah “tekanan” bagi mereka. Pada kenyataannya lewat Pali-Pali-lah
orang Korea bisa bergerak cepat dalam bekerja dan mengubah negara mereka
menjadi negara maju.
Suasana Pali Pali juga dapat Anda temui
di jalanan. Orang Korea berjalan dengan sangat cepat. Jangan kaget
ketika nanti Anda berjalan dengan orang Korea mereka akan sudah berada
jauh di depan Anda. Bukan sekali atau dua kali saya mengingatkan kepada
mahasiswa Indonesia yang mengikuti program Immersion di kampus untuk
berjalan cepat seperti mereka.
Namun demikian, hal terpenting
tidak hanya Pali Pali saja ketika mereka melakukan sesuatu tetapi mereka
juga harus berpikir dengan cermat mengenai Pali Pali sehingga dampaknya
akan baik untuk semua. Lewat budaya inilah, menurut saya Korea menjadi
inovatif, dalam artian berpikir cepat untuk maju.
(2) Kejujuran
Kata ini seakan menjadi kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk
diterapkan. Seorang kolega saya begitu panik ketika laptop dan kamera
dia tertinggal di luar Bandara Internasional Incheon, Korea pada suatu
hari. Dia pun ingin kembali dan mengambil barangnya tersebut. Saya yang
sudah biasa berhadapan dengan hal ini hanya mengatakan bahwa tidak perlu
cemas, saya akan menelepon bandara dan semoga besok barang sudah bisa
diambil atau dikirim ke kampus. Keesokan harinya barang sudah sampai di
kampus dengan kondisi yang sama.
Mengapa hal ini bisa dilakukan? Apakah semua orang Korea kaya dan tidak perlu uang? Tentu saja tidak.
Sikap kejujuran orang Korea juga diajarkan di lingkungan pendidikan.
Tempat di mana nilai-nilai penting dalam hidup ini dipelajari. Di kampus
saya, di bagian pelayanan mahasiswa ada namanya “Lost and Found”.
Setiap akhir semester ada pengumuman mengenai barang yang hilang dan
ditemukan. Siapa saja dapat pergi ke tempat ini untuk mengambil
barangnya. Janganlah heran jika kadang-kadang banyak orang meletakkan
barangnya dengan ‘seenaknya’ tanpa takut diambil atau dicuri.
Selain itu sikap kejujuran benar-benar dipraktekkan dan diterapkan di
sini. Para pejabat menjadi model bagi orang lain. Pada tahun 2009,
Presiden Korea Roh Moon-hyun bunuh diri karena diduga terlibat skandal
korupsi. Suatu kehilangan besar bagi bangsa Korea. Tokoh yang sangat
mendukung rakyat sipil ini sangat disegani di Korea. Di sini saya
melihat langsung bahwa orang Korea punya budaya ‘malu’ dalam diri
mereka. Apa yang dia katakan harus selaras dengan perbuatannya.
(3) Disiplin
Faktor ini menjadi faktor yang sangat penting. Contoh kedisiplinan
adalah waktu. Hal ini bisa kita lihat bagaimana mereka bekerja dan dalam
membuat janji. Jika mereka berjanji pukul 08:00 maka mereka akan pasti
datang pukul 08:00. Gambaran tepat waktu dapat kita lihat juga dari
transportasi publiknya. Jangan pernah berharap bis atau kereta api akan
menunggu Anda. Pukul 08:00 seperti tertera di tiket pasti akan berangkat
pukul 08:00.
Mengapa hal ini bisa dilakukan? Apakah semua orang Korea mempunyai pemikiran yang sama mengenai waktu?
Dalam suatu kesempatan mahasiswa saya yang baru datang di Korea harus
ketinggalan bis di tempat rest area. Biasanya bis antarprovinsi akan
berhenti selama 15 menit direst area dan penumpang akan diberi
kesempatan untuk pergi ke kamar kecil atau untuk membeli sesuatu. Karena
keasyikan melihat-lihat barang di rest area mahasiswa saya sampai lupa
waktu dan bis meninggalkan dia dan barang-barangnya terbawa bis
tersebut. Tentu saya dia sangat terkejut. Untungnya semua barangnya
kembali ketika dia sampai di kampus.
(4) Kerja Keras
Orang Korea tidak segan-segan untuk tinggal di kantor sampai larut malam
untuk menyelesaikan pekerjaannya. Terkadang anak buah tidak akan pulang
jika bos mereka belum meninggalkan kantor. Walaupun ada banyak
perbedaan pendapat mengenai hal ini, yaitu mereka bekerja tidak cerdas
saya selalu berpendapat kebalikannya. Seorang pemimpin akan selalu
menunjukkan bahwa dia bekerja dengan keras dan bahkan di hari libur. Hal
ini membuat anak buahnya menjadi segan, semangat, dan disiplin.
Di sini saya dapat melihat langsung bahwa mereka mempunyai sikap kerja
keras dan ini juga diterapkan dalam kehidupan mereka. Bagi mahasiswa
kerja keras ini juga sangat terasa. Banyak dari kita terkadang mengeluh
karena tugas yang begitu banyak dan tiada henti. Namun demikian pihak
kampus juga memberikan fasilitas yang bagus. Perpustakaan dibuka dari
pagi sampai pukul sebelas malam. Untuk ujian tengah semester dan akhir
semester perpustakaan akan buka selama dua puluh empat jam.
Contoh lain yang bisa dilihat di sini adalah petugas kebersihan. Jangan
pernah membayangkan bahwa petugas kebersihan di sini anak muda. Mereka
umumnya adalah wanita berumur lebih 50 tahun. Di Korea mereka
dipanggil“Ajumma”. Orang-orang ini bekerja sampai tua. Hal ini bukan
berarti mereka tidak punya uang. Dalam hidupnya mereka sudah terbiasa
bekerja. Mereka bekerja sampai akhir hayatnya.
(5) Loyalitas
Tidak dipungkiri bahwa loyalitas dalam bekerja sangat penting dalam
kebudayaan Korea. Mereka akan sangat menghargai para karyawan yang punya
loyalitas dengan pekerjaan dan juga tempat bekerja. Mereka memang
jarang memuji seperti mengatakan “great work” atau “well-done”tetapi
mereka menggungkapkannya dengan cara lain.
Mereka juga tidak
segan-segan memberi hadiah yang kadang-kadang tidak pernah kita
bayangkan. Hadiah dalam ini tidak selalu uang. Mereka kadang
memberikannya untuk orang dekat kita, misalnya ketika di Korea mereka
akan menyediakan fasilitas kepada keluarga kita. Loyalitas ini memang
harus dibangun. Kebanyakan orang Indonesia yang bekerja di perusahaan
Korea hanya bertahan satu atau dua tahun. Mereka kebanyakan
membandingkan antara perusahaan satu dengan lainnya. Rumput tetangga
memang selalu lebih hijau.
Inilah yang membuat orang Korea
kadang-kadang berhati-hati dalam merekrut karyawannya di sini. Mereka
berharap bahwa karyawan tersebut akan kerja keras dan bekerja di
perusahaannya seumur hidup.
(6) Rasa Malu
Orang Korea
punya rasa malu. Jika mereka buat kesalahan tidak segan-segan mereka
mengundurkan diri dan menutup komunikasi dengan orang lain. Bahkan
mereka juga bisa ‘bunuh diri’. Contoh yang menarik adalah program
jaminan sosial di sini. Pemerintah memberikan bantuan kepada para
penggangur yang tidak dapat bekerja setelah selesai belajar. Namun
demikian, sangat jarang anak muda di Korea yang mau mendapatkan jaminan
ini.
Bagi mereka malu untuk menerima bantuan. Yang ada adalah
mereka mau bekerja keras untuk mendapatkan pekerjaan. Tidaklah
mengherankan jika Anda pergi ke Korea, sangat jarang Anda temui para
pengemis di jalan-jalan. Dalam kamus hidup mereka memberi lebih baik
dari pada menerima bantuan.
Budaya Pali Pali, Sikap Kejujuran,
Disiplin, Kerja Keras, Loyalitas, dan Rasa Malu tersebut sebenarnya
sudah banyak diajarkan oleh keluarga, guru, dan “tokoh agama” tetapi
mengapa kita serasa masih jauh dari Korea Selatan.
0 komentar