it's my new world

follow your heart

Latest Posts

choice [Part 2]

By 17.07



Satu minggu telah berlalu, dan Mitha sudah mempunyai beberapa teman yang menyenangkan. Beberapa kegiatan pun mulai diikuti oleh Mitha, sekarang dia tengah sibuk dengan kegiatannya yang menjadi anggota cheers. Tingginya yang melebihi tinggi seorang cewek pada seumurannya membuatnya mudah masuk ke dalam anggota pada saat pemilihan anggota cherleaders yang baru.
Mitha berjalan dengan tergesa-gesa saat menuruni anak tangga untuk menuju dapur. Dafa yang berada didapur langsung melihat kearah Mitha yang berjalan ke arahnya.
“Ka.. nanti siang ada temen gue yang mau kesini.”
“Mang lo punya temen?” tanya Dafa yang masih asyik mencuci piring, yang langsung mendapat pukulan keras dibahunya
“Aww..! sakit tau,” kata dafa meringis sambil mengusap-usap bahunya. Mungkin saat ini, bagian itu terdapat bekas memerahnya.
Ting nong.. ting nong...
Tiba-tiba suara bel memecahkan ‘pekerjaan’ mereka yang masih saling membalas. Mitha berjalan menuju pintu. Dafa hanya mendengar suara dua orang gadis yang sesekali menjerit senang, lalu mereka menghilang dikamar Mitha yang terletak diujung lorong lantai dua rumah tersebut.
Dafa berjalan menuju ruang tengah dan menyalakan Tv. Dia lebih memilih dibawah karena dia tau, lantai dua dipenuhi oleh suara dua orang gadis yang tengah asyik bercengkrama.
Bahkan suara dua mahluk yang bernama cewek itu saja sampai kebawah. Bi Imah berjalan dari arah dapur dengan membawa dua gelas jus jambu dan dua buah toples yang berisi kue kering.
“Bi.. tolong suruh mereka berdua mengecilkan volumenya dong, ganggu tau!” ucap Dafa ketika bi Imah berada ditengah-tengah tangga.
Drrrrtt... drrrrrtttt..
“Halo?”
“Daf, kita ada meeting untuk BEM nih. Meeting dirumah lo aja ya? Besok jam 9 pagi.” ucap Zaef
“Ooh.. oke deh, besok jam 9 dirumah gue.”
“Terus... sekarang anak-anak BEM disuruh kumpul dikampus.” Lanjut Zaef
Dafa melirik sekilas ke jam dinding yang terletak diatas Tv yang masih menyala.
“Sekarang? Oke deh, wait me.
Dafa langsung berlari menuju kamarnya untuk mengganti bajunya, lalu bergegas ke bawah dan menyambar kunci mobil yang terletak di meja pantry dapur.
Sementara itu, Mitha dan temannya yang bernama Rachel sedang asyik berdiskusi tentang tugas kuliah yang diberikan oleh dosen siang tadi.
“Iya.. ya udah, lo fotocopy lagi aja.” kata Rachel memberi saran
“Tapi, bukunya siapa? Kan lo tau sendiri, dikelas kita itu nggak da yang punya buku itu. Dan yang punya itu cuman kakak kelas semester tiga.”
“Lah..  kan sepupu lo juga smester tiga, mang dia nggak punya?”
Mitha melirik sekilas ke arah Rachel. “Orang males kayak dia nggak bakal punya.”
“Oh gitu, ya udah besok deh gue usahain gimana caranya biar lo bisa dapet buku dosen itu. Sekarang mendingan kita belajar aja semampu kita.”
***
Pagi itu, cuaca sungguh tidak bersahabat. Hujan deras telah mengguyur sejak pukul tiga dini hari. Untungnya, hari ini Mitha libur jadi dia bisa bersantai-santai dikamarnya. Setelah melaksanakan shalat, Mitha kembali ke pulau kapuknya. Menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya bahkan hingga menutupi kepalanya.
Beberapa kali dia melirik iphonenya, berharap ada temannya yang menyapa melalui setiap sosmed ( sosial media ) yang dia ikuti. Tapi hasilnya, nihil. Berkali-kali dia mencari posisi yang nyaman untuk tidur, tapi tetap saja rasanya bosan sekali. Dia ingin sekali keluar dari kamarnya dan turun ke bawah untuk menonton Tv, sekedar untuk menghilangkan rasa bosannya. Tapi sayang, Dafa melarang dia untuk ke bawah karena dia dan teman-teman BEM-nya sedang rapat.
Karena tidak tahan dengan kebosanan yang menumpuk, akhirnya Mitha memutuskan untuk turun ke bawah dan langsung menuju dapur. Untungnya Dafa dan teman-temannya sedang rapat diruangan khusus yang disediakan dirumah itu, untuk acara rapat dan lainnya.
Setibanya Mitha dibawah, dia tidak langsung menuju dapur. Melainkan kakiknya melangkah menuju ruang rapat tersebut, karena penasaran Mitha memuttuskan untuk menguping sejenak apa yang sedang dibicarakan anak-anak BEM.
Tapi sayang, ketika jarak anatara ia dengan pintu ruangan tersebut tinggal lima langkah, tiba-tiba pintu terbuka oleh seseorang. Mitha yang kaget langsung berputar dan hendak menuju ke dapur.
“Ehh.. maaf, boleh tanya? Tolietnya diamana ya?” tanya orang tersebut
“Masuk aja ke lorong kecil di sebelah sana, tolietnya ada diujung lorong itu.”
“Makasih.. emm.. Mitha.” jawab nya dan langsung berlari menuju lorong yang berada disebelah kiri ruangan tersebut
Mitha bergegas menuju dapur. Dia langsung menarik kursi pantry dapur sambil sesekali melirik nasi kari yang sudah disediakan oleh bi Imah. Karena rasa lapar yang sudah tak tertahankan, Mitha langsung memasukkan sesendok penuh nasi kari tersebut kedalam mulutnya.
Plakk..!
Tiba-tiba ada sesorang yang memukul kepalanya dari belakang dengan sebuah buku tipis. Mitha memutar kursinya dan menatap sebal ke arah Dafa yang kini tengah duduk disampingnya sambil meminum jus jambu.
“Apa-apaan sih lo ka..! orang lagi makan, malah dipukul.. sakit tau!” keluh Mitha sambil mengusap-usap puncak kepalanya
“Salah lo sendiri, bangun tidur bukannya mandi dulu malah langsung makan. Jorok banget,”
Mitha hanya mendengus sebal sambil menlanjutkan sarapannya yang tertunda. Tapi, tiba-tiba Dafa iseng menarik piring yang berisi sarapannya Mitha.
Mitha menarik kembali piringnya, tapi Dafa kembali menarik piring tersebut. Kejadian tersebut berlangsung selama beberapa menit, hingga akhirnya Mitha menyerah dan mendorong paksa piring sarapannya ke arah Dafa. Mitha pun pergi turun dari kurssi pantry.
“Eh.. habisin dulu nih,”
“Ogah..! nafsu makan gue udah ilang gara-gara ulah lo, rese’ banget jadi orang.” ucapnya sebelum berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya menuju tangga dan berjalan menuju ke arah kamarnya
Dafa yang melihat tingkah Mitha, hanya terkekeh. Puas sekali dia mengerjai keponakannya yang kekanak-kanakan tersebut.
“Daf, thanks untuk tempatnya ya.” kata Zaef
“Yo’a, no problem. Kalo butuh bilang aja, nanti kita rapat lagi.”
“Oke deh..! kita balik dulu ya,”
Dafa pun mengantar teman-temannya hingga ambang pintu.
“Gue nitip ni, buat si Mitha.” kata Kiki sambil menyerahkan sebuah fotocopy-an buku kuliah
“Oh, iya..”
“Gue.. dkk, pamit ya Daf.”
Dafa hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya. Lalu dia menuju gerbang, dan menutup kembali gerbang tersebut lalu memasukkan slot kunci digerbang itu.
Setelah itu, dia langsung masuk kembali ke dalam rumah. Dan langsung menuju lantai ke dua, tepatnya meunuju kamarnya Mitha.
Tok.. tok.. tok..
Hening, tidak ada sautan dari dalam.
Dafa pun kembali mengetuk pintu tersebut. Namun tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar.
Akhirnya Dafa pun memaksa masuk, dan mendapati Mitha tengah berdiri dibalkon kamarnya. Dafa berjalan mendekati mitha yang baru saja selesai mandi.
“Disini sejuk ya ka, hemmm... nyaman banget.” katanya sambil merentangkan kedua tangannya dan menghirup banyak udara pagi yang sejuk.
“Emang... letak rumah ini tuh, idealis banget. Siapapun yang menatanya, bener-bener pinter. Walaupun terletak diperumahan, tapi halamannya penuh sama pepohonan yang rindang. Udah gitu, halaman belakangnya pun menyejukkan mata.”
“Hehehe.. gak kayak rumah aku, meskipun terletak dipinggiran kota. Tapi hawanya panas terus.” ucapnya sambil menundukkan wajahnya. Seketika air mukanya berubah murung.
Dafa yang melihat itu langsung memberikan fotocopy-an yang dibawanya. Mitha langsung melihat kearah Dafa dengan tatapan bingung.
“Itu dari Kiki, katanya sih.. buku materi kuliah yang kamu butuh.”
Setelah memberikan buku tersebut, dafa langsung pergi dari kamarnya Mitha.
***
Dafa kembali ke kamarnya. Sesaat dia menyenderkan tubuhnya pada daun pintu yang baru saja ditutpnya. Dia menghela nafas sejenak, sambil sesekali mengusap wajahnya.
Dia pun berjalan menuju tempat tidurnya dan duduk ditepi tempat tidurnya. Dafa tau, bahwa kehidupan Mitha tidak seperti anak lainnya. Dibalik wajahnya yang selalu tersenyum dan ceria itu, dia memiliki banyak sekali luka yang tidak bisa dilukiskan oleh apapun itu.
Sejenak pikirannya kembali berputar pada kejadian tiga bulan yang lalu.
*Flashback on*
Dafa baru saja sampai dirumahnya Mitha. Belum sempat dirinya mengetuk pintu, tiba-tiba terdengar suara kegaduhan dari dalam. Sayup-sayup dia mendengar suara Mitha yang menangis sendu, lalu dia mendengar suara langkah kaki yang menuju pintu.
Mitha keluar dari rumah tersebut dan tersentak kaget, karena melihat Dafa yang mematung diambang pintu dengan posisi hendak mengetuk pintu rumahnya. Mitha bergegas mengusap air matanya dengan punggung telapak tangannya.
“Ka Dafa.. kapan dateng? Kenapa gak sms atau telfon dulu?” tanyanya sambil dipaksakan tersenyum
“Kamu nangis? Ada apa.. kenapa?” Dafa balik bertanya sambil menatap ke arah Mitha yang masih mempunyai genangan air mata disudut matanya
“Ahhh... gak kok ka, ni kemasukkan debu. Karena lagi bersihin rumah.” ucap Mitha sambil menundukkan pandangannya berharap Dafa tidak mengetahui bahwa dia memang menangis
Dafa kembali menatap Mitha, karena penasaran dia pun masuk ke dalam rumah Mitha. Setelah masuk, dia pun berkeliling-keliling melihat setiap ruangan dirumah tersebut.
Katanya lagi pada dibersihin, tapi kenapa gak da bekasnya?, gumam Dafa. Dia pun menatap ke pintu yang belum ditutupnya, Mitha masih berdiri sambil sesenggukan didepan pintu.
Dafa pun menuju pintu dan menarik Mitha masuk ke dalam rumah, setelah dia menutup pintunya.
“Ehh... ada Dafa, kenapa nggak bilang kalau mau kesini?” ucap seseorang yang baru keluar dari dapur dan mendekatinya
Mitha mundur, dan bersembunyi dibalik tubuh Dafa.
“Iya tante, soalnya baru aja. Tadi dijemput sama Mitha.”
“Loh, Mitha tau kamu mau kesini? Tapi kenapa dia nggak bilang sama tante ya?”
Mitha hanya meringkuk dipunggung Dafa.
“Hehehe... mungkin dia lupa tante,”
“Ohh... ya sudah, masuk yuk.. tante tunjukkin dimana tempat kamu menginap.”
Dafa pun melangkah mengikuti tante Mira (ibunya Mitha) ke lantai dua dirumah itu. Ternyata kamar dia bersebrangan dengan kamarnya Mitha.
Sepanjang hari, Mitha tidak pernah keluar dari kamarnya. Dafa yang khawatir pun memberanikan diri untuk ke kamarnya Mitha.
Tok.. tok.. tok..
Hening, tidak ada respon apapun dari siempunya kamar itu. Dafa pun kembali mengetuk pintu tersebut, namun responnya sama. Sayup-sayup Dafa mendengar suara menangis dari dalam kamar tersebut. Karena panik, Dafa pun langsung membuka pintu kamarnya Mitha.
Dafa terkejut begitu melihat Mitha yang duduk dilantai sambil memeluk lututnya dan bersender ditempat tidurnya. Tubuh gadis itu bergetar, sambil sesekali terdengar suara sesenggukan darinya.
“Ka Dafa ngapain mau kesini? Aku lagi gak mau diganggu.” ucap Mitha sambil sesenggukan
“Tha, lo ngapain sih nangis mulu dari tadi pagi. Emangnya lo gak bosen? Kasian tuh mata, udah bengkak begitu.”
Mitha menggeleng lemah. “Ka.. gue nggak betah, gue pengen pergi dari rumah ini ka. Rumah ini kayak bukan rumah gue, gue merasa asing disini.” ucapnya parau sambil menatap Dafa
“Terus mau lo gimana?”
“Setelah lulus, gue mau ikut lo aja. Kuliah di Bogor, cari duit sendiri. Percuma gue disini, kalau merasa terasingkan dan merasa terbuang.”
Dafa langsung memeluk Mitha, dan mengusap rambut Mitha dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dafa tau apa yang Mitha rasakan, dia tau luka apa yang sudah melukai keponakannya itu. Keluarga, yang seharusnya menjaga dia, tidak pernah dia rasakan. Berharap mendapatkan kasih sayang dari sosok yang bernama IBU, namun ternyata itu hanyalah mimpi yang tak pernah terwujud.
Mitha sudah tinggal dengan neneknya di Wonogiri, Solo. Kedua orang tuannya bercerai sejak dia kecil dan pergi meninggalkan dia bersama neneknya. Kasih sayang ibu dan ayah tidak pernah didapatkannya lagi ketika dia sudah menginjak umur lima tahun.
Sejak saat itu, Mitha diurus oleh neneknya. Sampai dia lulus SMA dan diambil oleh ibunya untuk tinggal bersama di Bandung, tentu saja dengan ayah tirinya. Hingga kini, entah apa yang sudah terjadi. Mitha hanya sering bercerita lewat blog pribadinya yang sering Dafa baca. Blog yang berisi curahan hatinnya setiap hari, dan Dafa selalu terisak saat membacanya. Ikut merasakan apa yang Mitha rasakan. Pedih.
*Flash back off*
***


TBC

You Might Also Like

0 komentar